Kamis, 07 April 2011

Wawancara Mr. Mehta



Mr. Rajiv I.D. Mehta,
Development Director, ICA Asia Pacific

“Daya Cooperativisme Lebih Hebat dari Parpol!”


Menarik berdiskusi dengan Mr. Mehta. Sesekali, laki-laki dengan rambut ditumbuhi uban itu menepuk bahu lawan bicaranya manakala mencoba meyakinkan jawabannya. Hangat dan akrab. Tak ada jalur instant menuju ekonomi rakyat yang kuat dan berdaya manfaat. Kebijakan inkonsisten dari pemerintah disebutnya mengganjal penguatan ekonomi rakyat. “Kalau komunitas ekonomi rakyat, federasi koperasi, organisasi koperasi kuat dan solid, ini bisa lebih “menakutkan” sekaligus persuasi paling kongkret daripada partai politik terbesar sekalipun,” ujar
paruh baya yang yang berkantor di 9th Aradhana Enclave, RK Puram, New Delhi itu, dalam wawancara dengan Saya awal Juli setahun silam. Karena cukup menarik, fragmen wawancara ini saya “repost” di blog ini, ee.. siapa tahu ada gunanya. Monggo disimak.



Pemerintah Indonesia mengembangkan program kredit mikro dan kecil dengan lembaga perbankan nonkoperasi yang dikenal dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang debiturnya adalah kalangan usaha kecil dan koperasi. Pendapat Anda?


Saya kemukakan, strategi apapun yang tidak mencoba meletakkan diri pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif, tidak akan bertahan lama. Anda pasti tahu bahwa koperasi punya prinsip. Menolong diri sendiri, transparansi, kejujuran, keadilan, memiliki tanggung jawab yang sama untuk mensukseskan koperasi. Otoritas praktek pengelolaan dipegang oleh anggota. Itu tidak bisa disubtitusi oleh pihak lain, bahkan pemerintah.


Anda mau mengungkapkan bahwa program itu (KUR) tidak akan efektif?
Kita harus percaya, dan ini harus dipahami bersama, bahwa koperasi bisa pegang peranan sentral dalam perekonomian. Termasuk dalam mengatasi persoalan finansialnya melalui program-program yang lebih memungkinkan koperasi merepresentasikan kepentingan ekonomi anggotanya.


Di Indonesia ada Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk warga tak mampu. Dana diberikan langsung tanpa agunan dan tanpa cicilan. Tanggapan Anda?
Program pemberdayaan untuk meningkatkan taraf hidup anggota masyarakat lokal yang paling miskin dan tidak beruntung sangat dibutuhkan. Tapi memang bentuknya berbeda, karena sebaiknya memang diikuti dengan pemberdayaan. Tidak diberikan dalam bentuk uang kemudian dibebaskan penggunaannya begitu saja. Kualitas pelayanan mitra kerja dan Otoritas Pengembangan Masyarakat Lokal, peningkatan bagi personel dalam hal kesehatan, pendidikan, pendapatan keluarga, serta keamanan pangan, merupakan bagian yang harus diintegrasikan. Dana sebanyak apapun tanpa pengorganisasian yang tepat akan sia-sia. Adanya penguatan kelompok swadaya masyarakat dan akses ke sumber-sumber pemberi pinjaman formal.


Apa salah satu indikator keberhasilan pemberdayaan untuk peningkatan taraf hidup?
Salah satunya adalah adanya penguatan kelompok swadaya masyarakat dan akses ke sumber-sumber pemberi pinjaman formal. Lainnya adalah terbinanya setidaknya 50 % Organisasi Berbasis Kemasyarakatan (Community Based Organizations) dan terselenggaranya kegiatan pengembangan melalui kerjasama dengan lembaga lokal di pedesaan. Itu semua tidak instant. Diawali dengan membantu dan memfasilitasi masyarakat dalam menerjemahkan rencana tindak lanjut masyarakat atau rencana-rencana pembangunan desa ke dalam rencana prioritas. Juga membantu masyarakat dalam penyusunan proposal proyek, mendapatkan persetujuan proyek dan dan. Proyek-proyek kecil berhasil terlaksana dengan dukungan yang baik.Serta tak bisa ditinggalkan adalah menyusun monitoring berbasiskan kemasyarakatan dan penjajakan implementasi proyek serta melembagakan kerangka pendokumentasian investasi proyek-proyek mikro. Meningkatnya pendapatan/ketersediaan pangan, kesehatan, gizi, tingkat pendidikan sebanyak 75% rumah tangga. Semua desa masing-masing memiliki paling sedikit satu organisasi kemasyarakatan. 80% basis komunitas melibatkan kaum perempuan sebagai peserta aktif dan memiliki peran penting dalam manajemen juga dalam kegiatan sehari-hari mereka. 80% LSM menunjukan kinerja dan pencapaian yang baik.


Kompleks sekali, Anda punya pengalaman pemberdayaan serupa program BLT?
Ya, pengalaman pemberdayaan warga paling miskin di Andhra Pradesh Utara, India, sering saya kemukakan dalam banyak forum. Tapi berbeda dengan kasus di Indonesia yang Anda kemukakan. Pemberdayaan itu tidak sederhana, bukan memberikan uang begitu saja. Program itu difokuskan untuk meningkatkan kesehatan, pendidikan, pendapatan keluarga dan terjaminnya ketersediaan pangan bagi 235 ribu rumah tangga di 4 distrik Andra Pradesh secara signifikan dan berkesinambungan melalui perkuatan organisasi berbasis yang memiliki kapasitas dalam hal perencanaan dan pengelolaan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Koperasi memiliki kapasitas untuk itu, terutama untuk sektor ekonomi dan pemberdayaan sumberdaya manusianya. Program peningkatan, pendidikan, dan peningkatan pendapatan keluarga tentu terlalu naïf jika hanya melalui pemberian bantuan dana begitu saja. Program itu sukses menyelenggarakan proyek-proyek mikro mengenai pendapatan, kesehatan, keamanan pangan, akses jalan, air dan sanitasi serta perlunya infrastruktur pendidikan bagi masyarakat setempat. Warga mendapatkan pelatihan dalam hal pendidikan, kesehatan, nutrisi , micro-finance dan ketersediaan mata pencaharian. Sedikitnya 1 proyek kecil dapat dituntaskan dengan berhasil di masing-masing kelompok masyarakat. Memberikan pelatihan bagi anggota kelompok swadaya dalam hal manajemen kelompok, manajemen kredit, layanan pengembangan usaha, dan aspek-aspek legal, dsb. Melaksanakan program untuk meningkatkan kepekaan bagi para bankir dan lembaga-lembaga pemberi dukungan dana. Menghubungkan kelompok-kelompok dengan lembaga-lembaga pemberi pinjaman yang ada.


Apa peran pemerintah terkait hal di atas?
Gerakan koperasi masih membutuhkan dukungan terkait kebijakan nasional yang konsisten dan terukur. Pemerintah lebih ke aspek regulator dan tidak terlibat terlalu jauh. Harus bebas dari pengaruh politik, dan koperasi harus mampu memperkuat kompetensi dan keuntungan komparatif.


Apa yang harus dilakukan, bahwa koperasi kompetitif dan memiliki keuntungan komparatif?
Banyak hal bisa dilakukan. Itu sudah bisa dilakukan di banyak negara. Koperasi harus secara agresif mampu memasarkan keuntungan atau kelebihan komparatif mereka yang berbeda dengan badan usaha lain. Krenanya, koperasi harus fokus pada peningkatan kapasitas anggota, manajemen, dan pengurusnya. Harus meningkatkan daya saing. Saya melihat criteria itu diadopsi oleh koperasi yang berhasil, tak itu di Swedia atau Vietnam.


Melihat trend ekonomi global, bagaimana peluangnya?
Harus diakui, perkembangan ekonomi saat ini semakin rumit. Dari teknologi, system berikut inovasinya. Permasalahan jadi lebih kompleks, termasuk ekses sosialnya. Tapi bisa anda simak, sebuah koperasi di Vietnam bahkan sanggup mendonasikan US$ 60 ribu per tahun untuk program-program sosial. Jumlah yang tak kecil untuk negara berkembang seperti Vietnam. Untuk membantu mengatasi kemiskinan, korban perang, bencana alam dan lain-lain. Kita bisa belajar dari situ, kompleksitas bisa memacu kita menjadi lebih kompetitif.


Masalahnya di Indonesia pemodal asing demikian menguasai sektor ini
Maka itu seperti saya katakana tadi, regulasi harus konsisten dan terukur. Pemerintah setidaknya bisa membaca trend global. Geraqkan koperasi harus bergerak untuk membangun argumen yang menguntungkan mereka.

Masalahnya, koperasi di Indonesia sangat lemah di sektor politis dibanding partai politik atau kelompok penekan dari pemodal besar?
Itu dia, tugas koperasi harus agresif mampu menawarkan kelebihan komparatifnya. Itu tak mudah. Sebab, koperasi harus bebas dari pengaruh politik sedangkan bisnis seringkali menjadi bagian integral, bahkan bisa mengarahkan. Melihat kondisi di Indonesia, yang masuk ke politik pasti akan berada dalam jaring laba-laba yang terkoneksi dengan pusaran politik praktis.
Kalau federasi koperasi, organisasi koperasi kuat dan solid, daya koperasi lebih hebat sekaligus persuasi paling kongkret daripada partai politik terbesar sekalipun, dalam mengambil keputusan publik.


Bisa mempengaruhi keputusan politik dong?
Jangan salah, petani-petani di Jepang memiliki basis representasi di partai LDP yang legendaris itu. Kebijakan PM yang tak sesuai bahkan bisa mereka gagalkan. Koperasinya tangguh, petaninya kuat, padahal sedikitpun mereka bukan (negara) agraris.


Lantas, apa faktor yang selama ini menjadi kendala dalam pengembangan koperasi di Indonesia menurut Anda?
Masalah sumberdaya manusia, permodalan, dan manajemen suplai, dan manajemen bisnis masih jadi kelemahan dominan. Ini bukan hanya problem Indonesia, kebanyakan negara-negara berkembang juga begitu.


Anda punya resep agar cooperatives movement di Indonesia memiliki posisi tawar kuat di ranah ekonomi dan politik?
Of course. Selalu mulai dari dalam. Perkuat internal koperasi dari level paling bawah (primary). Luruskan organisasi dan bisnisnya, dan jangan terjebak elitisme. Persoalan juga pada bagaimana koperasi mampu memainkan peran yang lebih besar dalam melawan kemiskinan dengan memimpin aksi nasional yang dapat diimplementasikan gerakan koperasi yang bermitra degan pemerintah dan kekuatan pembangun lain sebagai mitra. Ini juga terkait dengan program Millennium Development Goals (MDGs), sehingga diharapkan dapat mencapai kemajuan substantive untuk mengatasi problem kemiskinan, kelaparan, masalah penyakit, buta huruf, degradasi lingkungan dan perlawanan terhadap diskriminasi perempuan.


Secara internal cooperatives movement?
Memperkuat relasi dengan anggota itu sudah pasti. Membangun strategi konsolidasi bagi kelangsungan mekanisme intitusi koperasi untuk mencegah intervensi ekternal yang merugikan. Perlu juga mendokumentasikan praktek-praktek dan pengalaman yang baik untuk mempersiapkan road map bagi aksi yang akan datang dengan model pengalaman yang sukses di tiap negara.



Biodata
Mr. Rajiv I.D. Mehta
Bergabung sebagai direktur ICA Asia Pasifik sejak 2004, Mehta adalah jebolan pasca sarjana bidang biologi radiasi dan manajemen financial. Kariernya membentang 24 tahun di bidang pembangunan. Selama 21 tahun (1980-2001) ia kenyang berkecimpung di koperasi dan selama 3 tahun berikutnya (2002-2004) menjadi delegasi komisi Eropa di India bagi pengembangan koperasi dan NGO. Mehta mengkhususkan diri dalam program-program pelatihan pengembangan bisnis koperasi. Pernah juga berkiprah di ICA Asia Pasifik antara 1990 dana 2001.

"Betoorr.., Betoorr..,Tolong Bawa Saya.."



Tak butuh waktu lama untuk bersepakat harga dengan Usmandi Jambe. Laki-laki paruh baya berkulit legam yang tak henti mengembuskan asap rokok, itu akhirnya bersedia mengantar saya keliling pinggiran Kota Padang dengan ongkos Rp 20 ribu menggunakan betor. Betor, becak motor, bercat dominan hitam itu merupakan kombinasi antara sepeda motor, lazimnya produk Jepang, dengan body becak. Angkutan macam ini di beberapa daerah di Sumatera memang lazim. Kali ini saya mendapatinya di kawasan Simpang Siteba, Kota Padang.

Bicara nasib, Betor kreasi urang awak ini tak jauh beda dengan becak di pinggiran Kota besar pada umumnya, terpinggirkan. Pemerintah Kota Padang, yang harus diacungi jempol untuk perkara menata jalanan kota sehingga selalu tampak resik, itu melarang ‘betor” berkeliaran di dalam kota. Alhasil, saya harus puas keliling pinggiran kota mulai dari perempatan Siteba ke Gunung Sarik, kemudian melalui jalan tikus menyusuri Pantai Padang.

Becak motor van Padang ini memang maha perkasa, sanggup mengangkut 4-5 orang dewasa, belum termasuk si abang yang menyetir becak tentunya. Alhasil, hiruk pikuklah setiap betor penuh penumpang tengah melintas. Jika pun penumpangnya hanya seorang, muatannya dapat dipastikan bejibun. Seperti pada sebuah pagi, akhir Mei silam, terlihat seorang ibu menumpang betor yang sekaligus sebagai armada angkut belanjaan berupa 'segunung' daun singkong dalam buntelan kain.

“Sekarang Abang paling banyak bawa pulang Rp 25 ribu dari menarik betor, dulu bisa sampai Rp 75 ribu,” papar Usmandi. Bapak dua anak asli Siteba ini sudah lebih dari sepuluh tahun narik Betor. Untuk memenuhi kebutuhan harian, ekonomi keluarga Usmandi masih ditopang oleh istrinya yang memiliki kios buah di Pasar Siteba. Betor yang saya temui di pinggiran Kota Padang itu terlihat kaya dengan sentuhan modifikasi. Mulai dari sekedar hiasan tudung becak hingga stang motor yang diganti dengan setir mobil.

Betor, berikut rupa-rupa nasib penariknya, sebetulnya bukan monopoli Kota Padang. Di Aceh dan Sumatera Utara, becak motor juga memiliki tradisi panjang sebagai pelaku ekonomi rakyat yang seringkali terpinggirkan oleh arus modernisasi. Di kota-kota tersebut, becak motor memiliki ciri khas masing-masing. Di Pematang Siantar, misalnya, betor tampak unik dengan pemakaian motor besar tempo doeloe bermerek BSA (Birmingham Small Arms). Konon, betor di Siantar bahkan menjadi maskot.

Beda pula dengan becak motor di kota Padang Sidimpuan. DI sana vespa dimodifikasi sebagai betor. Potongan becaknya nyaris sama dengan betor di Siantar, hanya rodanya dibuat lebih kecil untuk mengimbangi ukuran roda vespa. Jadi, siapapun yang menumpang betor ini akan terlihat “ditelan” bodi becak. Di Tebing Tinggi, malah bikin heran, betapa tidak, motor-motor berharga belasan hingga puluhan juta rupiah berjenis sport pun disulap jadi betor. Sebutlah Honda Tiger, Suzuki Thunder, hingga Kawasaki Ninja. Eeng..ing..eeeng..